Mahasiswa Menulis

Oleh: Edo Segara Gustanto

Mahasiswa Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII Yogyakarta

Hukum Ekonomi Syariah adalah disiplin ilmu yang difokuskan pada muamalah, yaitu studi perilaku manusia dalam konteks produksi, distribusi, dan konsumsi, yang sepenuhnya didasarkan pada ajaran Islam. Dasar hukumnya bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma para ulama, dan juga mencakup landasan konstitusional seperti Undang-Undang (UU) Perbankan Syariah.

Muamalah merupakan salah satu ranah studi fiqh yang menangani interaksi antara individu maupun kelompok, melibatkan aspek-aspek seperti harta, barang, dan peraturan-peraturan yang terkait. Secara akademis, pemahaman terhadap muamalah difokuskan pada pengembangan pengetahuan dalam bidang hukum ekonomi syariah, yang kemudian dibagi menjadi dua konsentrasi, yakni Hukum Perbankan Syariah dan Hukum Bisnis Syariah.

Di Indonesia, pengakuan resmi terhadap aktivitas ekonomi syariah atau Hukum Ekonomi Syariah dimulai sejak diterbitkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Syariah, yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU No. 10 tahun 1998. Pada tahun 2008, dua UU tambahan disahkan, yaitu UU No. 19 tentang Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN) dan UU No. 21 tentang Perbankan Syariah.

 

Konsep Dasar Hukum Ekonomi Syariah

Prinsip dasar Hukum Ekonomi Syariah adalah menghindari transaksi yang merugikan dan tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kemaslahatan umum. Lebih lanjut, Hukum Ekonomi Syariah menekankan pentingnya keadilan dalam distribusi kekayaan dan pembagian manfaat di seluruh lapisan masyarakat.

Konsep dasar Hukum Ekonomi Syariah mencakup prinsip-prinsip utama yang membimbing perilaku ekonomi dalam Islam. Berikut adalah beberapa konsep dasar Hukum Ekonomi Syariah: (1). Muamalah, (2). Prinsip Keadilan, (3). Prinsip Kemanfaatan (Maqashid al-Shariah), (4). Prinsip Kemaslahatan Umum (Maslahah), (5). Zakat dan Sedekah, (6). Larangan Riba (Bunga), (7). Mudarabah dan Musharakah, (8). Peran Negara, (9). Moralitas dalam Bisnis, (10). Keseimbangan Ekonomi dan Sosial.

Prinsip ini menekankan pentingnya mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan sosial, sehingga hasilnya dapat dinikmati secara adil oleh seluruh masyarakat.

 

Aspek Hukum Ekonomi Syariah dalam Pengentasan Kemiskinan

Dalam konteks pengentasan kemiskinan, prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah memiliki beberapa aspek yang dapat berperan. Berikut adalah beberapa aspek hukum ekonomi syariah yang relevan dalam upaya mengurangi kemiskinan:

(1). Zakat dan Sedekah: Zakat adalah kewajiban bagi umat Islam untuk memberikan sebagian kekayaan mereka kepada mereka yang membutuhkan. Prinsip zakat ini memiliki potensi untuk secara langsung mengurangi kemiskinan dengan mendistribusikan kekayaan ke lapisan masyarakat yang lebih miskin. Sedekah juga memiliki peran serupa dalam memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.

(2). Mudarabah dan Musharakah: Prinsip-prinsip ekonomi syariah seperti mudarabah (kerjasama investasi) dan musharakah (kerjasama kepemilikan) dapat digunakan untuk memberikan modal kepada kelompok atau individu yang kurang mampu secara ekonomi. Ini dapat membantu mereka memulai atau mengembangkan usaha mereka.

(3). Keberlanjutan Sosial dan Ekonomi: Hukum ekonomi syariah menekankan konsep keberlanjutan dan keadilan dalam distribusi kekayaan. Dengan memastikan bahwa ekonomi berjalan secara adil, masyarakat dapat mengalami pertumbuhan ekonomi yang merata, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan.

(4). Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil: Hukum ekonomi syariah dapat memberikan dasar bagi pengembangan usaha mikro dan kecil, yang sering kali dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Instrumen keuangan syariah seperti akad-akad mudarabah dan murabahah dapat digunakan untuk mendukung usaha-usaha ini.

(5). Larangan Riba (Bunga): Prinsip larangan riba dalam hukum ekonomi syariah dapat melindungi masyarakat dari beban utang yang berlebihan, yang sering kali dapat menjadi penyebab kemiskinan. Dengan menghindari praktik bunga yang tidak sesuai dengan prinsip Islam, masyarakat dapat terhindar dari siklus kemiskinan yang terkait dengan utang berbunga.

Penerapan aspek-aspek tersebut dalam kebijakan ekonomi syariah dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya pengentasan kemiskinan, sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan sosial dan distribusi kekayaan dalam Islam. Allahua’lam

Oleh: Januariansyah Arfaizar

Mahasiswa Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII Yogyakarta

 

Fikih dalam tatanan budaya merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam dunia Islam kontemporer. Hal ini menjadi semakin penting mengingat dampak globalisasi dan interaksi antarbudaya yang semakin meningkat. Terdapat beberapa kajian terbaru yang memperkuat pemahaman tentang hubungan antara fikih dan kebudayaan.

  1. Globalisasi dan Kebudayaan

Saat ini, fenomena globalisasi telah membawa budaya-budaya dari seluruh dunia berinteraksi satu sama lain. Hal ini memunculkan pertanyaan penting tentang bagaimana fikih dapat menjawab tantangan yang muncul akibat pengaruh budaya-budaya asing. Kajian terbaru mengenai hal ini dapat ditemukan dalam penelitian tentang “Islam dan Globalisasi Budaya” yang mengeksplorasi bagaimana ajaran Islam beradaptasi dengan budaya lokal di berbagai negara.

  1. Fikih dan Teknologi Digital

Era digital membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan. Kajian terbaru tentang “Fikih dan Teknologi” membahas isu-isu seperti hukum dalam penggunaan media sosial, perdagangan online, dan perkembangan teknologi medis yang memiliki dampak dalam pandangan agama.

  1. Islam dan Lingkungan

Masalah lingkungan adalah isu global yang semakin mendapat perhatian. Fikih ikut berperan dalam merumuskan pandangan tentang konservasi lingkungan dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Kajian terbaru mengenai “Fikih Lingkungan” menunjukkan upaya untuk memadukan prinsip-prinsip Islam dengan perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan.

  1. Islam dan Kesenian

Seni juga merupakan bagian penting dari budaya. Fikih telah berperan dalam mengatur seni dalam konteks Islam. Sebagai contoh, kajian tentang seni Islam dan kesenian kontemporer dalam referensi terbaru menunjukkan bagaimana seniman Muslim berusaha untuk menjaga nilai-nilai agama dalam karya-karya seni mereka.

  1. Fikih dalam Masyarakat Majemuk

Di berbagai negara, terutama yang memiliki masyarakat majemuk, pertanyaan tentang bagaimana Islam dapat berdampingan dengan budaya-budaya lainnya menjadi penting. Kajian terbaru dalam hal ini berfokus pada “Islam dalam Masyarakat Multikultural” dan mencari cara-cara untuk mempromosikan toleransi dan kerukunan antaragama.

  1. Peran Fikih dalam Kedamaian Sosial

Konflik sosial sering kali memiliki akar dalam perbedaan budaya dan keyakinan. Fikih memiliki peran penting dalam menjembatani kesenjangan sosial dan mempromosikan perdamaian. Kajian terbaru tentang “Fikih untuk Kedamaian” menggambarkan upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam resolusi konflik dan rekonsiliasi sosial.

Pentingnya menggabungkan kajian-kajian terbaru dalam pemahaman tentang fikih dan kebudayaan adalah untuk menjawab tantangan-tantangan yang semakin kompleks dalam masyarakat kontemporer. Memahami bagaimana Islam dapat berdampingan dengan budaya yang beragam dan bagaimana fikih dapat beradaptasi dengan perubahan zaman adalah langkah penting dalam menjaga relevansi agama dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim.

Oleh Achmad Fauzi

Mahasiswa Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII Yogyakarta

Anggota Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia

 

Gelembung tanda mengelilingi masa-masa kebangkitan ekonomi syariah.  Pilar pokok yang memiliki determinasi besar dalam mewujudkan visi ekonomi syariah secara konsisten dilakukan oleh lembaga keuangan syariah. Mulai dari ekspansi dan pengembangan industri keuangan dan kegiatan usaha syariah, produk halal,  serta keuangan sosial syariah. Semua ikhtiar tersebut merupakan karsa dalam mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah.

Dalam kajian semiotika Charles Sanders Pierce  (1839–1914), tanda kebangkitan ekonomi syariah dapat dianalisis melalui sistem tanda, meliputi tanda (sign) berwujud indeks, acuan tanda (object) berbentuk rujukan, dan penggunaan tanda (interpretant) berupa pemikiran dan pemaknaan terhadap tanda.

Tanda (sign) kebangkitan berbentuk indeks dapat ditilik dari indeks ekonomi syariah pasca-merger tiga bank anak usaha bank BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) yang tumbuh pesat. Jika tahun 2021 sektor pembiayaan BSI hanya berkutat di angka 9 persen, namun pada 2022 mengalami pertumbuhan hingga 21,26 persen. Dalam skala mondial pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia menduduki peringkat 4 dunia versi State of the Global Islamic Economy Report 2022  di bawah Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Indeks tersebut cukup menggembirakan karena dunia baru saja siuman akibat terjangan virus Corona.

Acuan tanda (object) kebangkitan merujuk kepada karsa politik pemerintah yang   menetapkan Indonesia  sebagai episentrum ekonomi syariah tahun 2024. Menggunakan pendekatan strukturalis, Indonesia saat ini memiliki kekuatan politik internasional dan relasi ekonomi yang kuat melalui peran Presidensi G20. Sehingga, Indonesia akan menjadi rujukan dunia karena memimpin kelompok negara-negara maju dengan pendapatan domestik bruto (PDB) 20 besar dunia.

Semiosis tanda dan acuan tanda melahirkan penggunaan tanda (interpretant) berupa konsep pemikiran dan makna tentang ekonomi syariah sebagai sebuah sistem ekonomi negara yang tahan krisis dan mampu menggerek ekonomi pasar berdasarkan prinsip kemaslahatan umum, keadilan, sharing risiko dan keuntungan, serta bebas riba.

Konsep pemikiran dan pemaknaan tanda kebangkitan ekonomi syariah  tersebut  merupakan antitesis atas konsep kapitalisme ekonomi yang mengandung muatan destruktif dan merobohkan neraca pasar dan keadilan. Prinsip monopoli, dan oligopoliyang notabene menjadi pelumas mesin kapitalisme, kerap menimbulkan bayang-bayang ketidakpastian bagi stabilitas ekonomi pasar.

Maka itu, kehadiran peran negara dengan membuka ruang dan mendorong pertumbuhan ekonomi syariah merupakan supremasi kedaulatan ekonomi  yang meminjam istilah Bator demi menjaga kegagalan pasar (Bator, 1958).

Postulat Keamanan

Kebangkitan ekonomi syariah memiliki ekuivalensi dengan kepercayaan publik terhadap bank syariah. Sebab, bank syariah merupakan salah satu entitas organik yang banyak diminati masyarakat dalam bertransaksi secara syariah.

Era revolusi industri 4.0 layanan perbankan mengalami transformasi model bisnis ke arah digitalisasi. Digital channel bukan hanya urusan  pembelian, pembayaran, dan transfer, tapi juga soal pergeseran gaya hidup yang mulai lekat dengan e-commerce dan fintech. Sehingga sangat rawan kejahatan siber. Maka perbankan dituntut memiliki sistem supra keamanan agar masyarakat tidak was-was dana maupun data pribadinya diretas kelompok cybercrime.

Beberapa waktu lalu, misalnya, BSI diserang perangkat lunak berbahaya yang berpotensi mengunci dan mengambil data. Para nasabah kurang lebih tiga hari  tidak bisa melakukan  transaksi perbankan dari aplikasi mobile banking maupun ATM. Persoalan itu cukup meresahkan ketika isunya LockBit menyebar data pribadi nasabah ke Dark Web. Untungnya Corporate Secretary BSI  mengeluarkan diktum dengan memastikan tidak ada kebocoran data nasabah dan saldo tetap aman.

Meski demikian, pemulihan kepercayaan masyarakat melalui peningkatan keamanan siber berupa sistem informasi dan teknologi  yang canggih dan penerapan sistem  ronda siber oleh tim IT harus rutin dilakukan. Masyarakat masih  percaya bank adalah tempat paling aman dalam bertransaksi dan bank syariah menjadi salah satu bank pilihan yang diminati.

Bangun Kepercayaan

Soal kepercayaan kepada perbankan, bangsa kita pernah melewati pengalaman traumatik krisis ekonomi tahun 1998 yang berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan. Meski dalam dunia perbankan dan keuangan dikenal a lender of last resort (LoR) sebagai institusi  penjamin pengelolaan dana pada lembaga keuangan suatu negara, namun rentang waktu keberlangsungan trust menjadi variabel kunci frekuensi kepercayaan nasabah kepada perbankan (Simon, Auh, dan Smalley, 2005).

Maka itu, relasi kepercayaan jaminan keamanan antara nasabah sebagai debitur dengan bank syariah  sebagai kreditur merupakan aset  besar yang perlu terus dipelihara. Morgan dan Hunt (1994) menyebut kepercayaan  sebagai modalitas yang dapat mendorong perbankan untuk menjaga relasi kerjasama dengan mitra. Kepercayaan yang berorientasi keuntungan jangka panjang niscaya mempertahankan kemitraan dan memitigasi risiko besar dengan bijaksana.

Supremasi Hukum

Variabel lain dalam memulihkan kepercayaan ialah keseriusan dalam memproses hukum segala bentuk kejahatan siber yang merugikan nasabah. UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi mengatur   ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) bagi pelanggarnya.

Efek kejut terhadap pelaku tindak pidana pencurian data dan sejenisnya yang diproses secara hukum akan mengirim gelombang magnitudo  yang memberikan citra positif kepada perbankan. Apalagi kasus ransomware akhir-akhir ini terus meningkat. Berdasarkan data Identity Theft Resource Center (ITRC) tahun 2022 kasus pencurian data melampaui 422 juta  atau mengalami lonjakan hampir 42%.

Keseriusan perbankan melakukan langkah hukum merupakan faktor yang membentuk kepercayaan. Menurut Mayer dalam Ainurrofiq (2007)  langkah hukum adalah cermin pengalaman, kompetensi, dan performa kehandalan  dalam intensi mengatasi persoalan yang merugikan banyak orang.

Barangkali kasus kejahatan siber  yang dialami BSI menjadi pelajaran berharga  bagi semua perbankan sekaligus “uji petik”  sejauh mana perangkat keamanan yang dimiliki semua perbankan di Indonesia memberikan garansi bagi kepercayaan publik.

 

CURRICULUM  VITAE

Nama                                      : Achmad Fauzi

Tempat/tgl Lahir                  :  Sumenep, 03 Agustus 1981

Pendidikan                            :

  1. S1 Syari’ah, FIAI UII Yogyakarta (2003)
  2. S2 Hukum Tata Negara Universitas Balikpapan (2022)
  3. S3 Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII  Yogyakarta (2022-sekarang)

PENGALAMAN KEPENULISAN

  • Aktif menulis di berbagai media nasional maupun lokal, seperti Harian Kompas, Jawa Pos, Koran Tempo, Koran Kontan, Majalah Gatra, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jurnal Nasional, Koran Jakarta, Republika, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Radar Surabaya, Sriwijaya Post, Banjarmasin Post, Pontianak Post, Bangka Post, Tribun Kaltim, Kaltim Post, Balikpapan Pos, Jurnal Millah, Jurnal La Riba, Jurnal Al Mawarid dan lain-lain.