Oleh Achmad Fauzi
Mahasiswa Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII Yogyakarta
Anggota Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syariah Indonesia
Gelembung tanda mengelilingi masa-masa kebangkitan ekonomi syariah. Pilar pokok yang memiliki determinasi besar dalam mewujudkan visi ekonomi syariah secara konsisten dilakukan oleh lembaga keuangan syariah. Mulai dari ekspansi dan pengembangan industri keuangan dan kegiatan usaha syariah, produk halal, serta keuangan sosial syariah. Semua ikhtiar tersebut merupakan karsa dalam mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah.
Dalam kajian semiotika Charles Sanders Pierce (1839–1914), tanda kebangkitan ekonomi syariah dapat dianalisis melalui sistem tanda, meliputi tanda (sign) berwujud indeks, acuan tanda (object) berbentuk rujukan, dan penggunaan tanda (interpretant) berupa pemikiran dan pemaknaan terhadap tanda.
Tanda (sign) kebangkitan berbentuk indeks dapat ditilik dari indeks ekonomi syariah pasca-merger tiga bank anak usaha bank BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) yang tumbuh pesat. Jika tahun 2021 sektor pembiayaan BSI hanya berkutat di angka 9 persen, namun pada 2022 mengalami pertumbuhan hingga 21,26 persen. Dalam skala mondial pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia menduduki peringkat 4 dunia versi State of the Global Islamic Economy Report 2022 di bawah Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. Indeks tersebut cukup menggembirakan karena dunia baru saja siuman akibat terjangan virus Corona.
Acuan tanda (object) kebangkitan merujuk kepada karsa politik pemerintah yang menetapkan Indonesia sebagai episentrum ekonomi syariah tahun 2024. Menggunakan pendekatan strukturalis, Indonesia saat ini memiliki kekuatan politik internasional dan relasi ekonomi yang kuat melalui peran Presidensi G20. Sehingga, Indonesia akan menjadi rujukan dunia karena memimpin kelompok negara-negara maju dengan pendapatan domestik bruto (PDB) 20 besar dunia.
Semiosis tanda dan acuan tanda melahirkan penggunaan tanda (interpretant) berupa konsep pemikiran dan makna tentang ekonomi syariah sebagai sebuah sistem ekonomi negara yang tahan krisis dan mampu menggerek ekonomi pasar berdasarkan prinsip kemaslahatan umum, keadilan, sharing risiko dan keuntungan, serta bebas riba.
Konsep pemikiran dan pemaknaan tanda kebangkitan ekonomi syariah tersebut merupakan antitesis atas konsep kapitalisme ekonomi yang mengandung muatan destruktif dan merobohkan neraca pasar dan keadilan. Prinsip monopoli, dan oligopoliyang notabene menjadi pelumas mesin kapitalisme, kerap menimbulkan bayang-bayang ketidakpastian bagi stabilitas ekonomi pasar.
Maka itu, kehadiran peran negara dengan membuka ruang dan mendorong pertumbuhan ekonomi syariah merupakan supremasi kedaulatan ekonomi yang meminjam istilah Bator demi menjaga kegagalan pasar (Bator, 1958).
Postulat Keamanan
Kebangkitan ekonomi syariah memiliki ekuivalensi dengan kepercayaan publik terhadap bank syariah. Sebab, bank syariah merupakan salah satu entitas organik yang banyak diminati masyarakat dalam bertransaksi secara syariah.
Era revolusi industri 4.0 layanan perbankan mengalami transformasi model bisnis ke arah digitalisasi. Digital channel bukan hanya urusan pembelian, pembayaran, dan transfer, tapi juga soal pergeseran gaya hidup yang mulai lekat dengan e-commerce dan fintech. Sehingga sangat rawan kejahatan siber. Maka perbankan dituntut memiliki sistem supra keamanan agar masyarakat tidak was-was dana maupun data pribadinya diretas kelompok cybercrime.
Beberapa waktu lalu, misalnya, BSI diserang perangkat lunak berbahaya yang berpotensi mengunci dan mengambil data. Para nasabah kurang lebih tiga hari tidak bisa melakukan transaksi perbankan dari aplikasi mobile banking maupun ATM. Persoalan itu cukup meresahkan ketika isunya LockBit menyebar data pribadi nasabah ke Dark Web. Untungnya Corporate Secretary BSI mengeluarkan diktum dengan memastikan tidak ada kebocoran data nasabah dan saldo tetap aman.
Meski demikian, pemulihan kepercayaan masyarakat melalui peningkatan keamanan siber berupa sistem informasi dan teknologi yang canggih dan penerapan sistem ronda siber oleh tim IT harus rutin dilakukan. Masyarakat masih percaya bank adalah tempat paling aman dalam bertransaksi dan bank syariah menjadi salah satu bank pilihan yang diminati.
Bangun Kepercayaan
Soal kepercayaan kepada perbankan, bangsa kita pernah melewati pengalaman traumatik krisis ekonomi tahun 1998 yang berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan. Meski dalam dunia perbankan dan keuangan dikenal a lender of last resort (LoR) sebagai institusi penjamin pengelolaan dana pada lembaga keuangan suatu negara, namun rentang waktu keberlangsungan trust menjadi variabel kunci frekuensi kepercayaan nasabah kepada perbankan (Simon, Auh, dan Smalley, 2005).
Maka itu, relasi kepercayaan jaminan keamanan antara nasabah sebagai debitur dengan bank syariah sebagai kreditur merupakan aset besar yang perlu terus dipelihara. Morgan dan Hunt (1994) menyebut kepercayaan sebagai modalitas yang dapat mendorong perbankan untuk menjaga relasi kerjasama dengan mitra. Kepercayaan yang berorientasi keuntungan jangka panjang niscaya mempertahankan kemitraan dan memitigasi risiko besar dengan bijaksana.
Supremasi Hukum
Variabel lain dalam memulihkan kepercayaan ialah keseriusan dalam memproses hukum segala bentuk kejahatan siber yang merugikan nasabah. UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi mengatur ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) bagi pelanggarnya.
Efek kejut terhadap pelaku tindak pidana pencurian data dan sejenisnya yang diproses secara hukum akan mengirim gelombang magnitudo yang memberikan citra positif kepada perbankan. Apalagi kasus ransomware akhir-akhir ini terus meningkat. Berdasarkan data Identity Theft Resource Center (ITRC) tahun 2022 kasus pencurian data melampaui 422 juta atau mengalami lonjakan hampir 42%.
Keseriusan perbankan melakukan langkah hukum merupakan faktor yang membentuk kepercayaan. Menurut Mayer dalam Ainurrofiq (2007) langkah hukum adalah cermin pengalaman, kompetensi, dan performa kehandalan dalam intensi mengatasi persoalan yang merugikan banyak orang.
Barangkali kasus kejahatan siber yang dialami BSI menjadi pelajaran berharga bagi semua perbankan sekaligus “uji petik” sejauh mana perangkat keamanan yang dimiliki semua perbankan di Indonesia memberikan garansi bagi kepercayaan publik.
CURRICULUM VITAE
Nama : Achmad Fauzi
Tempat/tgl Lahir : Sumenep, 03 Agustus 1981
Pendidikan :
- S1 Syari’ah, FIAI UII Yogyakarta (2003)
- S2 Hukum Tata Negara Universitas Balikpapan (2022)
- S3 Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII Yogyakarta (2022-sekarang)
PENGALAMAN KEPENULISAN
- Aktif menulis di berbagai media nasional maupun lokal, seperti Harian Kompas, Jawa Pos, Koran Tempo, Koran Kontan, Majalah Gatra, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jurnal Nasional, Koran Jakarta, Republika, Pikiran Rakyat, Suara Karya, Radar Surabaya, Sriwijaya Post, Banjarmasin Post, Pontianak Post, Bangka Post, Tribun Kaltim, Kaltim Post, Balikpapan Pos, Jurnal Millah, Jurnal La Riba, Jurnal Al Mawarid dan lain-lain.